Seperti apakah alam semesta ketika big-bang terjadi? Berikut penuturan oleh David Shiga
Bagaimana sejarah alam semesta ini dimulai? Para ilmuwan sepakat bahwa yang memulainya adalah peristiwa Big-Bang, namun teori tersebut tidak menjelaskan bagian yang paling penting, yaitu mengapa dentuman tersebut harus terjadi, bagaimana kondisi alam semesta sebelum itu, dan beberapa hal lain yang sampai saat ini belum bisa dimengerti.
Gambaran tentang alam semesta yang diusulkan oleh para ahli kosmologi ternyata dianggap masih kurang lengkap. Pertama-tama mereka mencoba membuat asumsi keadaan awal dari big-bang. Selanjutnya akan digunakan untuk mengungkap misteri bagaimana alam semesta bisa terbentuk menjadi suatu keadaan yang sangat rapi dan teratur bila dentuman yang sangat kacaulah yang memulainya.
Beberapa model telah diusulkan untuk menyelesaikan masalah di atas. Ada yang mengusulkan bahwa alam semesta bermula dari lautan lubang hitam yang sangat rapat. Yang lain mengatakan bahwa big-bang terjadi akibat tumbukan dua membran yang mengapung dalam ruang dimensional yang lebih tinggi. Ada juga yang mengatakan bahwa alam semesta telah terpecah-pecah dari suatu kesatuan yang utuh menjadi tak terhitung alam semesta yang lebih kecil. Semua skenario-skenario yang diusulkan di atas memang layak uji. Oleh karena itu pengamatan di waktu mendatanglah yang bisa menyaring skenario mana yang paling benar.
Untuk memodelkan asal mula alam semesta diambil hukum fisika dan mengekstrapolasinya ke masa lalu. Sesuai pengamatan yang dilakukan mundur ke tahun 1920an diketahui bahwa galaksi-galaksi bergerak saling menjauh satu sama lain, yang saat ini disadari sebagai pengembangan alam semesta. Dengan mengacu pada proses pengembangan alam semesta tersebut, para peneliti menyimpulkan bahwa 13,7 milyar tahun yang lalu alam semesta berada dalam keadaan yang masih sangat kecil, sangat rapat, dan sangat panas. Teori big-bang pertama kali diusulkan tahun 1927 oleh Georges Lemaitre, yang kemudian dikuatkan pada tahun 1964 atas penemuan cosmic microwave background, radias pengisi alam semesta yang diduga merupakan relik dari big-bang.
Pada tahun 1981 Alan Guth dari Massachusetts Institut of Tecnology dan beberapa orang lainnya menemukan bahwa pengembangan alam semesta terjadi lebih cepat dari yang diduga sebelumnya, teori ini dimanakan inflasi kosmis (cosmis inflation) yang menyatakan bahwa alam semesta berkembang secara eksponensial dari sesuatu yang sangat kecil. Sayangnya teori ini belum bisa menjelaskan asal mula alam semesta.
Inflasi terjadi dalam selang waktu 10-35 dan 10-32 detik setelah big-bang terjadi. Hukum kedua termodinamika mengindikasi bahwa entropi alam semesta sangat rendah beberapa saat setelah big-bang. Dari sini Thomas Banks dari Universitas California dan Willy Fischler dari Universitas Texas Austin menyatakan bahwa pada mulanya alam semesta kita merupakan lautan lubang hitam yang rapat. Mereka menyebutnya sebagai skenario
“ holographic cosmology”
Gagasan ini dilandasi oleh prinsip hologram yang ditemukan oleh Gerard’t Hooft of Utrecth University di Belanda dan dikembangkan oleh Leonard Susskind dari Stanford University di California. Meskipun teori ini belum terbukti namun beberapa fisikawan yakin bahwa prinsip ini benar;semua informasi tentang ruang volume dapat direpresentasikan oleh hukum fisika. Entropi dapat menjelaskan suatu informasi, karena semakin tidak teraturnya sebuah sistem, maka akan semakin banyak informasi yang bisa menjelaskannya.
Sekarang mari kita bayangkan saat big-bang terjadi. Saat itu energi dan materi menyatu lebih rapat pada setiap daerah hingga mencapai suatu batas kerapatan entropi, dengan kata lain mengisinya dengan lautan lubang hitam mikroskopik.
Menurut Banks dan Fischler, alam semesta bermula dari suatu fluida lubang hitam. Selanjutnya lubang hitam akan mengisi seluruh ruang sekitarnya, dengan tingkat kerapatan lubang hitam bergantung pada prinsip ketidakpastian mekanika kuantum. Fluktuasi yang mengarah pada kerapatan yang lebih rendah mengimplikasikan bahwa lubang hitam yang mengisi suatu volume kerapatannya tidak merata, namun saling renggang satu sama lain sehingga memungkinkan untuk diisi oleh radiasi.
Kondisi ini yang mengawali pembentukan alam semesta kita. Jika lubang hitam berada pada suatu ruang yang terbuka dalam kerapatan tertentu dan bergerak dengan sangat cepat, maka tumbukan dan merging antar lubang hitam akan menyebar hingga mengisi seluruh ruang, dan menariknya kembali dalam fluida lubang hitam. Namun jika antar lubang hitam terpisah cukup jauh dan bergerak dengan lambat, merging tidak akan terjadi dengan cepat. Suatu ruang pada daerah tertentu terisi oleh radiasi panas yang mengembang dengan sangat cepat, mendorong lubang hitam pada jarak yang jauh.
Sekitar 10-35 detik setelah big-bang terjadi inflasi alam semesta dengan kecepatan satu kilometer per milisekon. Partikel-partikel terkondensasi membentuk bintang-bintang, galaksi-galaksi, planet-planet, dan kehidupan.
Lalu bagaimana Banks dan Fischler menjelaskan rendahnya entropi alam semesta? Beberapa gelembung ruang yang berasal dari fluida lubang hitam telah menyatu, agar tidak runtuh menjadi fluida lagi diperlukan entropi yang rendah. Karena entropi yang tinggi akan menyebabkan pergerakan lubang hitam yang lebih cepat yang akan memicu tumbukan dan merging. Sehingga kehidupan di alam semesta tidak mungkin terbentuk.
Ilmuwan-ilmuwan lainnya masih memperdebatkan peran dari ‘holographic cosmology’. Teori lain dikemukakan oleh Steinhadt dan Turok model. Model yang mereka usulkan termotivasi oleh teori string. Mereka menggambarkan alam semesta dalam bentuk 3 dimensi berupa membran/brane yang mengapung dalam ruang 4 dimensi. Masing-masing brane saling bertumbukan satu sama lain yang menyebabkan temperatur alam semesta 1023 kelvin dan mengembang, dengan beberapa energi terkondensasi menjadi materi. Model ini menyerupai teori big-bang, bedanya alam semesta telah ada sebelumnya.
Setelah tumbukan terjadi stretching dan pemisahan antar brane yang menyebabkan alam semesta mengembang dipercepat. Hal ini bersesuaian dengan hasil pengamatan saat ini melalui deskripsi energi gelap. Tumbukan antar brane suatu saat akan melambat dan berhenti, namun setelah itu proses awal akan diulang lagi (cycle). Tumbukan yang terjadi berikutnya akan menyuplai materi dan radiasi ke dalam brane.
Masalah yang muncul adalah energi yang diubah dalam bentuk materi melalui mekanisme tersebut terlalu kecil sehingga akan mengarah pada bentuk alam semesta yang benar-benar berbeda dengan yang kita punyai saat ini. Steinhardt dan Turok memberikan argumentasi bahwa energi gelap akan menguat ketika suatu brane mendekati brane lain, yang akan mengatasi fluktuasi-flukuasi kecil dan mejaga alam semesta tetap smooth.
Model di atas memang sangat berbeda dengan model yang diusulkan oleh Banks dan Fischler. Namun pada dasarnya kedua model memiliki landasan dasar yang sama. Lubang hitam akan terbentuk melalui suatu mekanisme tumbukan brane yang ekstrim.
Penjelasan mengenai rendahnya nilai entropi alam semesata oleh kedua model memang sangat berbeda. Hukum kedua termodinamika membuat kosmologi cycle bisa terbentuk dalam kondisi entropi yang rendah. Skenario brane menyelesaikan masalah ini. Stretching masing-masing brane melemahkan materi, radiasi dan entropi sebelum tumbukan terjadi. Saat big-bangi keseluruhan entropi akan sangat rendah. Dan untuk mendapatkan cukup pelemahan maka alam semesta haruslah menjauh selama triliunan tahun ketika tumbukan.
Salah satu model yang merupakan hasil penyatuan dengan yang lain mengusulkan bahwa mulanya alam semesta berasal dari suatu induk alam semesta yang kemudian dipecah-pecah oleh energi gelap menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang tak terhitung jumlahnya. Model ini dikembangkan oleh Lauris Baum dan Paul Frampton, keduanya berasal dari Universitas of North Carolina in Chapel Hill, skenario yang disulkan akan menjawab masalah akumulasi entropi alam semesta.
Model tersebut dimulai dari asumsi bahwa energi gelap akan meningkat ketika alam semesta mengembang. Peningkatan kerapatan secara perlahan akan menghasilkan gaya repulsif untuk menghancurkan galaksi-galaksi, bintang-bintang dan bahkan atom-atom, yang terkumpul dalam suatu bencana yang irreversible yang disebut ‘big rip’ dimana kecepatan pengembangan alam semesta menuju tak terbatas. Baum dan Frampton mendesain sebuah model energi gelap yang memilki gaya yang atraktif dengan terlebih dahulu mengabaikan keberadaan bintang-bintang yang pada akhirnya akan dibuat mengembang dengan cepat, aspek repulsif sangat dominan ketika alam semesta masih berukuran kecil dan muda.
Berdasarkan skenario mereka, pengembangan alam semesta semakin lama semakin cepat, yang melemahkan materi dan radiasi dalam jumlah yang besar. Bahkan kecepatan pengembangan tersebut lebih cepat dari kecepatan cahaya. Hal ini tidak bertentangan dengan batas kecepatan yang diharuskan oleh relativitas, selama pengembangannyalah yang melebihi kecepatan cahaya, bukan pergerakan materi yang mengisi alam semesta. Selama tidak ada partikel dan gaya yang bergerak melebihi kecepatan cahaya, masing-masing bagian akan terpisah satu sama lain menjadi pulau-pulau alam semesta.
Proses ini akan mengarah pada akhir alam semesta, 10-27 detik sebelum big-rip, aspek atraktif dari energi gelap akan mengambil alih bagian repulsif yang akan menyebabkan kepulauan alam semesta berkontraksi. Dalam hal ini model di atas bersesuaian dengan skenario standart inflasi, dan materi mengumpul membentuk bintang dan galaksi yang ada disekitar kita.
Nah, bagaimana dengan pertanyaan entropi yang rendah? Sebagaimana dalam model cyclic brane, fragmentasi alam semesta mencegah agar tidak timpang dengan mengakumulasikan entropi from cycle to cycle. Di akhir setiap cycle, entropi yang telah dihasilkan selanjutnya dibagi-bagi ke sejumlah besar alam semesta baru terbentuk.
Jauh dikemudian hari, keseluruhan proses akan mengulang dengan sendirinya, membentuk alam semesta baru yang tak terhitung jumlahnya dari alam semesta yang kita miliki sekarang. Hal ini mengisyaratkan dulunya hanya sedikit alam semesta yang terbentuk. Dari sini muncul pertanyaan, jika kita jauh mundur ke belakang adakah suatu permulaan alam semesta? Dengan kata lain, apakah waktu masih tetap memiliki suatu permulaan? Frampton menjawabnya tidak.
Dark Prediction
Dua model yang telah diusulkan di atas mengharuskan ilmuwan untuk memilih salah satu yang benar. Kedua ide tentang energi gelap muncul di kedua model namun dengan kelakuan yang berbeda. Agar terjadi fragmentasi energi gelap harus terus-menerus meningkat yang berakibat pada pengembangan alam semesta. Fisikawan melambangkan perbedaan kelakuan energi gelap dengan lambing w, yang mendeskripsikan variasi energi gelap sebagai fungsi dari waktu.
Dark energi yang menyebabkan pengembangan alam semesta memiliki nilai w=-,kadang disebut sebagai konstanta kosmologi. Sedangakan energi gelap yang berhubugan dengan fragmentasi alam semesta memilki nilai w yang lebih negative, misalnya -1,05. Sebaliknya, dalam model cyclic brane dark energi berasal dari energi potensial dari dua brane, yang berkorelasi dengan jarak masing-masing brane. Ketika masing-masing brane menjauh satu sama lain,seperti yang terjadi saat ini, menyebabkan kekuatan energi gelap menurun. Yang menunjukkan nilai w yang lebih besar dari -1, misalnya -0,95.
Selama energi gelap mempengaruhi pengembangan alam semesta, ilmuwan dapat meneliti perubahan kekuatannya dengan mengamati pengembangan alam semesta pada waktu yang berbeda-beda. Astronom melakukannya melalui ledakan supernova, yang memungkinkan mereka untuk menghitung gerak saling menjauhnya antar galaksi pada titik-titik berbeda pada suatu waktu. Tentunya metode ini hanya bisa menjelaskan energi gelap setelah bintang-bintang terbentuk, namun kekuatan cosmic microwave background bisa diplot masa awal pembentukan alam semesta, 380.000 tahun setelah big-bang. Melihat 13,7 milyar tahun yang lau kita akan melihat gas panas mengisi alam semesta ini. Dari radiasinya ilmuwan bisa mengukur pengurangan kecepatan gas tersebut yang bisa menjelaskan kepada kita seberapa cepat pengembangan alam semesta pada waktu itu.
Menggabungkan kedua metode didapati bahwa energi gelap mendekati konstan, dengan nilai w yang mendekati -1. Dari sinilah pengukuran baru dimulai. The European Space Agency (ESA) Planck satelit, yang meluncur pada tahun 2008, akan mengukur microwave background dengan ketelitian tanggal yang lebih besar, bila nilai w tidak tepat -1 maka salah satu dari dua model di atas adalah benar, namun bila nialinya sangat dekat dengan -1 maka kedua model akan jatuh.
Menguji holographic cosmology dan lautan black hole-nya ternyata jauh lebih rumit. Untuk itu harus ditemukan lubang hitam yang telah ada sejak pembentukan alam semesta. Lubang hitam primordial juga muncul dalam skenario cyclic brane, namun dengan ukuran yang sangat kecil dan telah mengalami evaporasi melalui mekanisme yang dinamakan radiasi Hawking.
Lubang hitam terbesar dari model holographic cosmology, kurang dari 100 gram, bisa bertahan hingga saat ini karena propertinya yang unik, yaitu memiliki satu kutub medan magnet , sedangkan medan magnet yang saat ini biasa teramati berasal dari dua kutub, fisikawan menyebutnya sebagai monopole, parikel magnetik dengan satu kutub, yang telah terbentuk pada masa awal alam semesta.
Pada gambar standart big-bang, gelombang graviatasional tergenerasi selama inflasi dari tumbukan kumpulan-kumpulan materi. Beberapa gelombang ini mungkin bisa diamati dengan menggunakan detektor yang disponsori oleh ESA dan NASA, Laser Interferometer Space Antena, yang akan diluncurkan tahun 2015, atau melalui pengamatan cosmic microwave background. Dalam model tumbukan brane, tidak pernah terjadi inflasi, yang berarti gelombang gravitasi primordial tidak akan pernah dihasilkan. Sehingga pengamatan terhadap hal tersebut akan menjatuhkan skenario brane dan mengunggulkan skenario lautan lubang hitam dan fragmentasi alam semesta.
Pembuktian terhadap kedua model membutuhkan waktu yang lama. Hingga saa itu pertanyaan kita tentang bagaimana alam semesta sebelum big-bang masih belum bisa dikawab.
0 komentar:
Posting Komentar